Buntut Gugatan DPN Peradi yang Kandas Lagi: Semua Kubu
Peradi Tidak Sah?
Bukan penolakan pokok gugatan. Namun ada pertimbangan hakim soal tidak
mengakui legal standing.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali memutus
tidak dapat diterima/Niet Ontvankelijke verklaard (NO) untuk gugatan
Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) kubu
Fauzie Yusuf Hasibuan. Kali ini, putusan Majelis Hakim justru menyisakan tanda
tanya besar soal legalitas ketiga kubu yang sama-sama mengaku pengurus Peradi
yang sah.
Putusan PN Jakpus Nomor: 667/Pdt/G/2017/PN Jkt Pst yang dibacakan, Kamis
(31/10), memutus gugatan Peradi pimpinan Fauzie Yusuf Hasibuan melawan Peradi
‘Rumah Bersama Advokat’ yang dipimpin Luhut M.P. Pangaribuan. Tanpa masuk ke
persoalan pokok perkara gugatan, Majelis Hakim memutus NO karena menilai Fauzie
Yusuf Hasibuan tidak memiliki legal standing untuk mewakili kepengurusan
Peradi mengajukan gugatan.
Sapriyanto Refa, kuasa hukum DPN Peradi kubu Fauzie membenarkan kabar bahwa
gugatan pihaknya terhadap kubu Peradi tandingan kembali tidak diterima. “Belum
masuk ke pokok perkara, itu hanya berkaitan legal standing,” kata Refa
saat dihubungi Hukumonline. Ia mengatakan bahwa hakim mempertimbangkan
kondisi tidak sah atas penundaan Musyawarah Nasional (Munas) Peradi di Makassar
tahun 2015.
Perlu diingat bahwa Fauzie Yusuf Hasibuan terpilih dalam pelaksanaan Munas
lanjutan Peradi di Pekanbaru, Riau pada pertengahan Juni 2015. Penundaan Munas
di Makassar diumumkan oleh Otto Hasibuan yang menjabat Ketua Umum Peradi kala
itu.
Dalam konferensi pers saat penundaan, Otto mengaku bahwa keputusan
penundaan diambil setelah dirinya berkonsultasi dengan panitia, baik pusat
maupun lokal, dan 44 pimpinan cabang. Menurut Otto, kondisi dan situasi Munas
sudah tidak kondusif lagi. Dia juga mempertimbangkan faktor keamanan.
Hasilnya adalah penyelenggaraan Munas lanjutan Peradi di Pekanbaru, Riau.
Pada saat yang sama muncul kepengurusan Peradi kubu Luhut M.P.Pangaribuan dan
kubu Juniver Girsang. Ketiga kubu Peradi lalu sama-sama mengaku sah
beraktivitas dengan nama Peradi sejak saat itu. Mulai dari penyelenggaraan
Pendidikan Khusus Profesi Advokat, Ujian Advokat, hingga penerbitan Kartu Tanda
Pengenal Advokat dilakukan ketiganya.
Dengan penolakan legal standing Fauzie Yusuf Hasibuan sebagai Ketua
Umum Peradi, apakah berarti Luhut M.P.Pangaribuan adalah pengurus Peradi yang
dianggap sah oleh Majelis Hakim?
“Kalau mau ditafsirkan begitu, keduanya malah jadi tidak sah, karena
produk-produk setelah (Munas) ditunda itu jadi tidak sah semua, lalu apakah
kembali lagi ke Otto Hasibuan?” Refa menjelaskan. Ia mengatakan pihaknya pasti
melakukan upaya hukum bahkan jika sampai harus ke Mahkamah Agung.
Jika dibandingkan dengan gugatan yang sama ke kubu Peradi ‘Suara Advokat
Indonesia’ pimpinan Juniver Girsang, PN Jakpus memberikan putusan yang sama
namun beda alasan. Terhadap gugatan untuk Juniver Girsang, putusan menyatakan
gugatan tersebut tidak dapat diterima/NO karena sengketa kepengurusan
organisasi advokat bukan kewenangan pengadilan untuk memutuskan.
Bahkan Majelis Hakim menyinggung soal perlu penyelesaian oleh
Mahkamah Advokat. Majelis Hakim di PN Jakpus kala itu menyatakan perselisihan
terkait internal kepengurusan organisasi harus diselesaikan oleh Mahkamah
Advokat atau sebutan lain di DPN Peradi. Putusan ini bahkan dikuatkan oleh
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Refa mengaku heran bahwa PN Jakpus menghasilkan putusan NO yang sama namun
beda pertimbangannya. “Jadi ini sama-sama NO, tapi angle-nya berbeda, makanya
kami mau uji apakah mereka yang benar atau kami yang benar,” ujarnya sambil
tertawa.
Dihubungi secara terpisah, perwakilan kuasa hukum dari pihak Peradi ‘Rumah
Bersama Advokat’ yang dipimpin Luhut M.P. Pangaribuan memberikan penjelasan.
“Pertimbangan hakim ini penting, hakim menyatakan pengangkatan Fauzie cacat
hukum sehingga dianggap tidak memiliki legal standing,” kata Rita Serena
Kolibonso.
Mengutip putusan NO tersebut, Rita menjelaskan bahwa Majelis Hakim setuju
bahwa Otto Hasibuan melanggar peraturan internal Peradi soal penundaan Munas di
Makassar. Penundaan tersebut disebutnya hanya keputusan pribadi Otto tanpa
persetujuan jajaran pimpinan DPN Peradi kala itu. “Kepemimpinan Peradi itu
kolektif, bukan Otto sendiri,” ujarnya.
Rita menyatakan putusan tersebut menguatkan kedudukan pihaknya untuk
menyandang status pengurus Peradi. Selain itu, Rita mengatakan pihaknya juga
yakin bahwa Otto Hasibuan justru pihak yang harus digugat melakukan PMH dalam
kisruh kepengurusan Peradi. “Yang lebih penting bagi kami adalah hakim berani
mengatakan bahwa legal standing itu disebabkan pengangkatan yang cacat hukum,”
kata Rita.
Dikutip dari : BERITA HUKUM ONLINE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar